
Setiap kali memasuki euphoria hari Kartini, orang akan berbicara tentang capaian perempuan dewasa ini. Dalam rentang sejarah yang Panjang, perempuan ditengarai sebagai mahluk tidak berdaya yang pilihan hidupnya ditentukan oleh laki-laki atau orang tua. Banyak istilah untuk menstigmakan posisi perempuan yang tidak menguntungkan ini, misalnya the second sex/the second human being, konco wingking, swargo nunut neroko katut, dan lain-lain. Pembatasan dan penentuan pilihan hidup yang didasari oleh stigma ini berlaku di semua bidang kehidupan, termasuk akses terhadap pendidikan tinggi. Alasan sosial, budaya, psikologi, dan ekonomi menjadikan perempuan bukan pihak yang diprioritaskan untuk mengakses pendidikan tinggi.
Namun demikian, perubahan menuntut adanya perubahan mentalitas budaya yang berimplikasi pada perubahan dan pergeseran stigma. Data statistik PDDikti mencatat jumlah mahasiswa laki-laki sebesar 4.516.444 rang dan perempuan sebesar 5.476.029 orang. Sementara data BPS tahun 2024 menunjukkan persentase jumlah lulusan laki-laki sebesar 12,69% dan perempuan sebesar 14,08%. Data ini menunjukkan terjadinya perubahan mentalitas budaya yang menempatkan perempuan bukan lagi sebagai mahluk yang tidak dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri, termasuk di dalamnya pilihan untuk dapat mengakses pendidikan tinggi.
Berkaitan dengan akses perempuan terhadap pendidikan tinggi, Universitas Terbuka (UT) telah berkontribusi dengan cukup signifikan. Dari jumlah mahasiswa seluruh Indonesia, menurut statistik PDDikti, yaitu sebesar 9.992.473 orang, 671.967 orang adalah mahasiswa UT (6,7%). Sementara sebesar 9.320.506 sisanya terbagi di 4.521 perguruan tinggi. Dari 671.967 omahasiswa ini, 16.698 orang adalah mahasiswa UT Surakarta.
Berbicara tentang akses pendidikan tinggi di UT Surakarta berdasarkan jenis kelamin tercatat dari total jumlah mahasiswa UT tahun 2024 maka 11.730 orang (70%) adalah perempuan dan 4.968 orang (30) laki-laki. Sementara itu, 79% dari jumlah lulusan adalah perempuan. Karakter pembelajaran UT yang fleksibel karena dapat diakses kapan saja dan dimana saja, bahkan sampai ke ujung pelosok wilayah, menjadikan perempuan tidak perlu meninggalkan domisili dan juga pekerjaan/kegiatan hariannya untuk kuliah. Dengan demikian, perempuan memiliki kesempatan luas untuk meningkatkan status pendidikannya.
Data UT Surakarta juga memperlihatkan bahwa perempuan ketika diberikan akses atau kesempatan ternyata dapat menghasilkan prestasi gemilang. Data lulusan terbaik enam semester terakhir menunjukkan 76% lulusan terbaik adalah perempuan. Prestasi mahasiswa perempuan ini juga didukung dengan prestasi mereka di bidang non-akademik. Dari 50 mahasiswa berprestasi tercatat 67% adalah mahasiswa perempuan.
Dengan demikian euphoria hari Kartini bagi UT adalah pembuktian bahwa UT mampu memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan akses pendidikan tinggi bagi perempuan. Permasalahan terkait perempuan, atau jender, tentu tidak hanya sebatas dan berakhir pada peningkatan akses pendidikan tinggi bagi perempuan. Namun kehidupan telah membuktikan bahwa pendidikan adalah bidang yang mampu mentransformasi bidang-bidang lainnya.
Tuhan menciptakan mahluk-Nya berpasang-pasangan, laki-laki dan perempuan. Mereka saling membantu dalam kebaikan. Selamat Hari Kartini tahun 2024. Peradaban dilahirkan dari laki-laki dan perempuan yang saling menghormati.